AI: Revolusi di Meja Kerja
Dulu, saya mengira AI hanyalah mitos dari dunia fiksi ilmiah—sesuatu yang hanya eksis di film-film bertema masa depan. Namun, pandangan itu berubah drastis saat saya, seorang WKS 4 atau HUBIN, mencoba menggunakan AI dalam pekerjaan sehari-hari. Bukan sebagai pengganti, tetapi sebagai mitra kerja yang diam-diam mengubah cara saya bekerja.
Semuanya bermula dari ide sederhana: "Bagaimana jika jurnal PKL siswa dibuat berbasis digital?" Sepertinya mudah, bukan? Saya langsung berpikir menggunakan Google Form dan Google Sheets untuk mengelola data siswa. Tapi ada satu masalah besar: bagaimana cara mengubah input siswa menjadi laporan otomatis tanpa harus merekap manual satu per satu?
Saya mencari tutorial, bertanya di forum, hingga akhirnya seorang teman berkata:
"Kenapa nggak pakai AI aja?"
Saat itu, AI terdengar seperti pekerjaan para programmer kelas dunia, bukan alat yang bisa saya manfaatkan dalam sistem sekolah. Namun, rasa penasaran mendorong saya mencoba. Saya mengetikkan pertanyaan ke AI—dan dalam hitungan detik, muncul solusi yang selama ini saya cari-cari.
Seakan punya asisten pribadi yang bekerja tanpa lelah, AI membantu saya menulis skrip otomatis untuk Google Sheets, merancang sistem input laporan yang lebih efisien, dan bahkan menyusun format yang bisa langsung digunakan oleh siswa serta pembimbing mereka. Dulu pekerjaan ini bisa memakan waktu berhari-hari, kini hanya hitungan jam.
Tapi AI bukan sekadar mesin yang menurut saja—ia bisa berpikir, memberi alternatif, bahkan berdiskusi. Ketika saya ingin menambahkan fitur yang lebih kompleks, AI menawarkan solusi yang bahkan tidak terpikirkan oleh tim IT sekolah.
"AI adalah listrik baru," kata Bill Gates. Seperti listrik yang mengubah cara kita hidup, AI akan merevolusi cara kita bekerja.
Namun, tidak semua berjalan mulus. Saya mencoba menggunakan AI untuk membantu menyusun soal ujian, tetapi ada beberapa jawaban yang salah. AI memang cerdas, tetapi terkadang kelewat percaya diri. Ini mengingatkan saya pada seorang murid jenius yang sering menjawab sebelum mendengar pertanyaannya sampai selesai. Bukan salah AI sepenuhnya—kitalah yang harus lebih bijak dalam menggunakannya.
Di sisi lain, masih banyak orang yang takut AI akan mengambil alih pekerjaan manusia. Saya tersenyum mendengar kekhawatiran itu. AI bukan ancaman, melainkan alat—sama seperti kalkulator yang dulu dikhawatirkan akan membuat manusia malas berhitung, tetapi justru membantu dalam perhitungan yang lebih kompleks.
Faktanya, AI tidak menggantikan pemikiran kritis, tetapi mempercepat prosesnya.
Bagi yang masih skeptis, saya tantang Anda untuk mencoba. Mulailah dari yang paling sederhana:
✔️ Tanyakan AI tentang sesuatu yang Anda butuhkan.
✔️ Gunakan AI untuk membantu menyusun laporan atau ringkasan.
✔️ Coba minta AI membuat presentasi, atau sekadar menyusun ide.
Saya yakin, Anda akan terkejut dengan hasilnya.
Kita hidup di era digital, di mana teknologi berkembang lebih cepat dari bayangan kita. Mereka yang mampu beradaptasi akan melesat maju, sementara mereka yang menolak perubahan akan tertinggal dalam ketidaktahuan.
Pada akhirnya, AI bukanlah musuh. Ia adalah jembatan menuju masa depan yang lebih efisien, cerdas, dan penuh kemungkinan baru. Jadi, apakah Anda siap melangkah ke era AI? 🚀
tugas dari dr. MRT (pak Mampuono)


Posting Komentar